Kisah Para Rasul 13:1-3
13:1 Pada waktu itu dalam jemaat di Antiokhia ada beberapa nabi dan pengajar, yaitu: Barnabas dan Simeon yang disebut Niger, dan Lukius orang Kirene, dan Menahem yang diasuh bersama dengan raja wilayah Herodes, dan Saulus.
13:2 Pada suatu hari ketika mereka beribadah kepada Tuhan dan berpuasa, berkatalah Roh Kudus: “Khususkanlah Barnabas dan Saulus bagi-Ku untuk tugas yang telah Kutentukan bagi mereka.”
13:3 Maka berpuasa dan berdoalah mereka, dan setelah meletakkan tangan ke atas kedua orang itu, mereka membiarkan keduanya pergi.

ChurchMerenungkan perikop di atas sungguh luar biasa, melaluinya kita sedikit banyak bisa melihat bagaimana gereja awal bergerak. Mereka memiliki system organisasi yang masih sederhana namun efektif. Mereka tidak memiliki penyokong dana besar, namun selalu mengirim misionaris ke seluruh dunia. Mereka tidak memiliki sekolah alkitab, namun setiap orang memainkan perannya sebagai hamba Tuhan. Mereka tidak memiliki pengajar dengan gelar akademis yang wah dan panjang bererot, namun khotbah dan pengajaran mereka penuh kuasa. Alat transportasi pada masa itu masih sangat sederhana, namun injil diberitakan ke seluruh dunia yang mereka kenal pada masa itu. Mereka tidak punya media untuk mengiklankan pelayanan mereka, namun dikatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang “menjungkirbalikkan” dunia dengan berita akan Yesus. Gereja awal sangat efektif memainkan peranannya sebagai “garam dan terang dunia.”

Namun kini (tanpa mengecilkan peranan gereja) gereja sibuk membangun organisasinya sendiri, bahkan cenderung menganggap gereja lain sebagai kompetitor dalam persaingan gereja – ya betul, mereka mengistilahkannya dengan “persaingan” gereja. Jika kita mau jujur, di tengah-tengah semaraknya dunia gereja di perkotaan yang bertaburan dengan pendeta bak selebriti, adakah kemajuan bagi pemberitaan injil? Uang kas gereja yang jumlahnya unbelieveable, berapakah yang diberikan untuk misi? Berapa banyak misionaris yang dikirim ke luar negeri? Gereja kini sibuk mempercantik diri dengan gedung-gedung megah, mengundang hamba-hamba Tuhan yang terkenal, tim worship yang suaranya aduhai. Jemaat dimanja dengan berbagai fasilitas yang serba wah. Telinga mereka dimanjakan oleh sound system bernilai puluhan hingga ratusan juta, bahkan miliar. Kesaksian-kesaksian yang kontroversial sangat laku dipasaran.

Gereja kini selalu berpikir bagaimana orang bisa datang ke dalam gereja dan tidak keluar-keluar lagi (menjadi jemaat yang menetap), Gereja awal mengajarkan jemaatnya untuk keluar cari jiwa. Kini gereja berlomba-lomba menjadi besar. Gereja awal berlomba-lomba menjadi banyak. Mereka dilatih untuk menjadi misionaris dan pendiri gereja (church planter).

Kesalahan terjadi ketika gereja memprogramkan pelayanan misi. misi tidak boleh diprogramkan oleh gereja. Ketika misi diprogramkan, maka misi “hanya” menjadi salah satu program gereja. Oleh karenanya misi dibatasi oleh dana dan daya – yang harus berbagi dengan program-program lainnya. Seharusnya misilah yang memiliki program penanaman gereja baru. Dengan demikian denyut jantung gereja adalah misi, aliran darah gereja adalah misi, roh gereja adalah misi. Kita seharusnya sibuk memikirkan bagaimana pelayanan misi bisa berkembang, bukannya sibuk memikirkan kepanitiaan pembangunan gedung gereja. Di balik pembangunan gedung gereja yang megah, selalu ada orang-orang yang kepahitan dengan gereja.

Gereja telah menjadi sebuah organisasi yang gemuk dan lamban, penuh dengan birokrasi yang pelik dan berbelit-belit, terutama yang berkaitan dengan uang. Uang gampang masuk ke kas gereja tapi susah keluarnya. Sehingga ada pameo mengatakan: ‘’Jika bisa dipersulit, kenapa harus dipermudah?”

poorApa lagi jika ada hal-hal baru, sulit sekali untuk diaplikasikan ke dalam gereja, alasan yang lazim dipakai adalah: “ Tanya Tuhan dulu.” Kalimat tanya Tuhan dulu, menjadi sesuatu yang basi. Kalimat tersebut menjadi kotor dan bertendensi salah karena dipakai sebagai alasan untuk menghindar dari hal-hal baru yang sebenarnya bisa merevolusi suatu gereja. Apakah kita masih perlu tanya Tuhan dulu untuk sesuatu yang Tuhan sudah perintahkan 2000 tahun yang lalu dan tercatat di piagam resmi sorga, yaitu alkitab? Apakah masih perlu tanya Tuhan dulu untuk menolong orang? Apakah masih perlu tanya Tuhan dulu untuk melakukan kebenaran? Ataukah kalimat tanya Tuhan dulu adalah alasan gereja – baca: orang-orang di dalamnya – untuk tidak mau berubah. Karena perubahan berarti meninggalkan zona kenyamanan dan kelimpahan. Perubahan berarti mempertaruhkan dominasi persaingan gereja untuk memperebutkan umat. Perubahan berarti meninggalkan zona manipulasi dan menjadi jujur terhadap diri sendiri, jujur terhadap Tuhan dan jujur terhadap umat. Siapa yang berani?

Banyak gereja hari-hari ini tidak lagi disetir oleh Roh Kudus, melainkan oleh program dan ambisi pemimpinnya. Mentor saya pernah menanyakan suatu pertanyaan yang menganggu saya. Beliau bertanya: “Siapa yang kamu layani?” “Apa kamu yakin, kamu sedang melayani Tuhan?” “Atau kamu sedang melayani ambisi pemimpinmu?” “Atau melayani organisasimu?” Saya mengecek hati dan pelayanan saya. Siapa sesungguhnya yang saya layani? Tuhankah? Atau ambisi pribadi dan atau pemimpin saya?” “Atau bahkan melayani ambisi organisasi?” Pertanyaan yang sama wajib kita tanyakan kepadam diri sendiri setiap waktu.

Jika kita menyimak apa yang tertulis di Kisah Para Rasul 13:1-3 kita akan melihat bahwa Roh Kudus benar-benar memegang kendali gereja. Ketika Roh Kudus berkehendak untuk mengutus Paulus dan Barnabas, maka para pemimpin langsung mengutus keduanya pergi. Padahal mungkin keduanya memiliki tugas rutin di gereja Antiokhia. Gereja awal memiliki spirit of flexibility dan spirit of spontanity yang tinggi. Organisasi yang sederhana bukanlah kelemahan mereka, melainkan kekuatan mereka. Dengan kesederhanaan organisasi mereka menjadi fleksibel dalam bergerak dan spontan dalam menanggapi perintah Roh Kudus. Tidak perlu sidang sinode dulu untuk melakukan perintah Roh Kudus. Doa puasa yang mereka lakukan bukanlah untuk tanya Tuhan dulu ini benar dari Roh Kudus atau bukan, melainkan untuk mempersiapkan mereka secara rohani, terbukti para pemimpin setelah itu menumpangkan tangan atas Paulus dan Barnabas dan membiarkan keduanya pergi.

Spirit of flexibility dan spirit of spontanity anti keseragaman. Karena Roh Kudus punya kehendak yang berbeda buat setiap gereja di setiap tempat. Karena setiap gereja memiliki kebutuhan yang berbeda. Prinsip harus sama, namun penerapan prinsip itu yang bisa berbeda. Bagaimana mungkin kita mengharuskan sesuatu sama di setiap kota dan di setiap daerah? Sedangkan kebutuhan mereka berbeda, budaya mereka berbeda, tantangan mereka berbeda dan kehendak Roh Kuduspun berbeda. Bukankah penyeragaman adalah pengimpotensian kehendak Roh Kudus. Jika sudah demikian maka benarlah bahwa gereja tidak dipimpin oleh Roh Kudus melainkan oleh program. Bahwa gereja akan tetap berjalan seperti biasa, seandainya Roh Kudus diangkat dari gereja.

Writer: Ps. Leo Immanuel -Minister In Charge AOC Jakarta

Web: http://leoimannuel.web.id

Image Taken from:

http://media-cdn.tripadvisor.com/media/photo-s/01/01/4f/bf/old-first-church-bennington.jpg

http://www.pisosapuso.org/image/about/pic03.png

Write a comment:

*

Your email address will not be published.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

© 2017 Indonesian Family Church Singapore

Follow us: